Sejarah Ondel-Ondel Khas Betawi – Jakarta dikenal bersama dengan kesenian khasnya yang disebut bersama dengan ondel-ondel. Kesenian ini adalah ciri khas dari penduduk Betawi.
Ondel-ondel sudah sejak lama menghiasi Kota Jakarta, acara-acara besar di Ibu Kota termasuk tak jarang menampilkan ondel-ondel sebagai hiburan dan dikenal banyak orang.
Nyatanya, ondel-ondel tak langsung tercipta begitu saja, sejarah mencatat kelahiran ondel-ondel sebagai kesenian khas penduduk Betawi.
Kustopo dalam bukunya yang berjudul Mengenal Kesenian Nasional 6: Ondel-ondel yang terbit pada 2008 menyebutkan, secara historis ondel-ondel sudah tersedia sebelum akan 1.600 Masehi.
“Bukti ini tercatat dalam buku perjalanan yang di tulis seorang pedagang dari Inggirs yang bernama W Scot. Ia menulis adanya sebuah kebudayaan yang unik yang bersifat boneka raksasa, yang di pertunjukkan oleh penduduk Sunda Kelapa dalam sebuah upacara adat,” tulis Kustopo, layaknya dikutip https://joker-gaming.asia, Senin.
W Scot, menurut Kustopo, sementara itu tak menuliskan nama boneka raksasa tersebut, tetapi di indikasikan sebagai ondel-ondel.
1. Boneka penolak bala usir penyakit di perkampungan
Pada penghujung abad ke-19, seorang wisatawan Amerika yang mampir ke Jawa. Dan tinggal lumayan lama di Batavia bernama E.R Scidmore di tuliskan Kustopo, termasuk melaporkan hal serupa.
Dalam bukunya berjudul Java, The Garden of The East, pertunjukan seni di Batavia sementara itu bersifat tarian yang di arak penduduk. Dan bersifat boneka raksasa yang menari serta di iringi musik seadanya.
Kustopo termasuk menuliskan menurut cerita turun-menurun dari sesepuh kebiasaan Betawi, ondel-ondel sudah tersedia sejak zaman nenek moyang, dan di buat untuk keperluan kebiasaan menolak bala untuk mengusir penyakit yang menyerang perkampungan.
2. Ondel-ondel dan budaya Hindu
Sejarah lain mencatat boneka ondel-ondel di anggap sebagai maskot Betawi dan di duga sudah tersedia sejak ribuan tahun lalu, awalnya tersedia sebab terbujuk agama Hindu-Jawa.
Dari muasalnya yang berakar dari agama Hindu, ondel-ondel di duga gambaran dari Dewa Brahma, Visnu, Siwa dan istri-istri mereka yang di buat serta di persembahkan sebagai hadiah sementara orang Betawi mampir ke daerah lain.
Catatan sejarah berkenaan ondel-ondel ini adalah versi dari buku Jakarta Membangun (1998) karya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, DKI Jakarta H Basri Rochadi.
Pendapat tidak sama di kemukakan dalam di sertasi Mita Purbasari Wahidiyat berjudul Ondel-Ondel Sebagai Ruang Negosiasi Kultural Masyarakat Betawi (2019). Di sebutkan bahwa arti lain ondel-ondel bernama Barongan.
Barongan di buat sementara penduduk Betawi Pinggir tetap bergelut di sektor agraris. Namun sejalan perjalanan waktu, manakala sektor industri dan jasa hiburan memasuki tanah Jakarta, maka pada 1970-an Ali Sadikin, Gubernur Jakarta sementara itu, mencanangkan ondel-ondel sebagai ikon Jakarta (Samantha, 2013). Barongan di buat berpasangan laki dan perempuan (Saputra, 2009:60).
Tidak tersedia yang pernah paham pasti kapan boneka raksasa ini terlihat dalam kehidupan penduduk Betawi. Namun di duga Barongan sudah tersedia sejak abad ke-17 di Banten.
Hal ini mampu di lacak melalui tulisan W. Fruin Mees dalam buku Geschiedenis van Java, ed II, yang mengatakan seorang pedagang Belanda pada 1605 lihat sebuah iring-iringan mengantarkan Pangeran Jayakarta Wijaya Krama merayakan upacara sunatan Raja Banten, Abdul Mafakhir, yang sementara itu berusia 10 tahun.
Iring-iringan selanjutnya terdiri dari 300 penjaga istana, 300 wanita mempunyai banyak hadiah berharga layaknya emas, duwit. Dan juga kain sutra, dan sepasang boneka bersifat raksasa (1920:64-66). Boneka besar itu juga di anggap perwujudan danyang desa, penolak malapetaka.
3. Sejarah Ondel-Ondel
Menilik balik sejarah yang tetap mendatangkan pro kontra tentang peristiwa pendirian kembali komunitas Betawi setelah penghancuran Batavia oleh Jan Pieter Zoon Coen. Di sebutkan tidak benar satu group orang yang di datangkan ke Batavia adalah orang Bali.
Heuken dalam Historical Sites of Jakarta yang di kutip Jo dalam artikel “Batavia Kota Budak”, 2017. Perlihatkan orang-orang Bali ini di letakkan sebagai budak untuk tenaga kerja membangun Batavia pasca-penaklukan Jayakarta. Sejak itu, banyak orang Bali yang hidup menetap dan berkembang di Batavia.
Kemiripan rupa barongan Betawi bersama dengan barong Bali, besar kemungkinan mendapat efek dari budaya Hindu Bali. Barongan berawal terlihat pada sementara penduduk Betawi kuno tetap yakin pada keyakinan, bahwa segala suatu hal yang besar memiliki kekuatan
tak terbatas.
Barongan merupakan artefak budaya Betawi Pinggir-masyarakat Betawi yang mendapatkan efek kebudayaan Tiongkok. Dan Sunda. Dan tidak di anggap keberadaannya di Betawi Tengah masyarakat Betawi bersama dengan efek kebudayaan Islam dari Arab dan Melayu, pada sementara itu (Lissandhi, 2010).
Hal ini di sebabkan karena perihal bersama dengan kepercayaan bahwa Barongan bukan sekadar boneka raksasa. Tetapi tersedia unsur magis di dalamnya.
4. Tinggi boneka ondel-ondel mampu raih tiga meter
Buku ini termasuk menuliskan tinggi boneka ondel-ondel mampu raih 2-3 meter. Dan terbuat dari kerangka bambu, serta tubuhnya terbuat dari kardus dan kertas.
Buku ini termasuk menjelaskan, group ondel-ondel terdiri dari 15 orang yang terdiri dari pemain musik, pemain ondel-ondel. Dan di komandoi seorang dalang, serta menggambarkan wanita dan pria yang memakai pakaian perkawinan.
Ondel-ondel di isi seseorang di dalamnya dan di kendalikan dari dalam. Kesenian ini termasuk sering di jumpai di Jakarta dalam sejumlah acara kebiasaan Betawi.