Duka Perajin di Bali saat Corona, Toko Sepi hingga Gagap Teknologi

Duka Perajin di Bali saat Corona, Toko Sepi hingga Gagap Teknologi

Duka Perajin di Bali saat Corona, Toko Sepi hingga Gagap Teknologi

Duka Perajin di Bali saat Corona, Toko Sepi hingga Gagap Teknologi – Tak hanya tempat wisata Bali yang terdampak Corona, para perajin juga ikut kena imbasnya. Toko mereka sepi dari turis. Memasarkan secara online pun gagap.
Saat ini Bali masih menutup rapat pintunya dari turis mancanegara guna mencegah penyebaran Corona. Hal ini berdampak pada sepinya penjualan barang kerajinan tangan yang terproduksi seniman lokal.

Melansir dari  https://dusembaev.com/  Selasa (22/9/2020) salah satu daerah yang terpukul Corona adalah Kerobokan. Di sana terdapat sejumlah galeri dan toko furnitur yang biasanya ramai dikunjungi pelanggan asing. Umumnya mereka akan membeli hiasan untuk mereka taruh pada  apartemen, rumah atau villa mereka.

Namun sejak pandemi , area ini tampak seperti kota mati. Hanya terlihat sejumlah mobil yang berlalu lalang di sana.

Melansir dari http://ratutogel.com/  Salah satu pemilik galeri seni, Vincen Klau mengatakan, tahun lalu ia dapat menghasilkan pendapatan kotor antara Rp 40-70 juta selama sebulan. Uang itu ia dapatkan dari hasil penjualan kursi, meja makan, dekorasi tembok dan patung-patung kecil. Kerajinan ini didesain khusus menggunakan gaya seni kayu Indonesia Timur.

“Saat ini lebih sepi daripada bulan-bulan sebelumnya,”katanya.

eskipun sebenarnya tak cukup untuk membayar biaya sewa toko dan rumahnya, gaji pegawai dan sejumlah tagihan lainnya.

Ia juga harus rajin membersihkan koleksi kerajinannya yang mulai berdebu. Beberapa pesanan yang sudah ia buat bahkan harus ia simpan karena pembeli dari Jawa tiba-tiba membatalkan pesanan tersebut.

Ditengah Corona Perajin Bali Gulung Tikar

“Klien utama saya adalah orang-orang yang membangun atau merenovasi villa mereka. Sekarang, seluruh proyek konstruksi dan renovasi hentikan,”ujarnya.

Seolah tak mau hanya berpasrah pada keadaan, Klau mulai membuat akun Instagram pada Juni lalu. Tujuannya untuk memasarkan kerajinan buatannya.

Akan tetapi, ia masih tak familiar dengan jejaring sosial. Akunnya hanya mampu menarik 5 pengikut (follower) pada pertengahan September.

Akun ini juga terkelola seadanya. Unggahan terakhir ia lakukan pada 24 Juni 2020. Mayoritas foto yang ia ambil juga amatir dan tidak menunjukkan poin utama dari karyanya.

Selain itu, hampir seluruh fotonya tak beri caption yang memadai. Beberapa hanya tertulis ‘topeng’ atau ‘patung Timor’.

Klau mengaku ia sebenarnya tak mengerti cara kerja jejaring sosial. Karena gagap teknologi, akhirnya tak banyak pelanggan potensial yang menyukai atau memberikan komentar pada postingan Instagramnya.

Sementara itu, Klau bukanlah satu-satunya yang berjuang memasarkan barang kerajinan secara online. Perajin lainnya yang membuat gelang dan kalung juga tengah berusaha mendapatkan uang kendati wisata Bali tetutup.

Banyak seniman yang saat ini masih belum memahami teknologi dan jejaring sosial. “Saya tidak paham teknologi,” kata perajin, Made Ariani.

Selama 15 tahun, ia menjual kotak kayu dan cenderamata pada Pasar Seni Sukawati. “Anak-anak saya mengerti teknologi lebih baik dari saya, tapi mereka tidak punya waktu untuk membantu saya. Anak perempuan saya sudah bekerja dan anak laki-laki saya masih terlalu kecil,”ujarnya.

Dalam keadaan normal, ia biasanya mampu menjual 500 cenderamata dalam sekali transaksi. Pelanggannya merupakan turis pada area Kuta dan Denpasar.

Perajin lainnya yakni Wayan Cedit juga mengungkapkan kesulitannya berjualan online. “Saya tidak punya Wi-Fi,” ucapnya.

“(Berjualan online) terlalu rumit. Bahkan teman saya yang sudah berjualan online mengatakan itu rumit,” ungkap ia.